Wednesday, February 22, 2017

Tugas Filsafat Simpul-simpul Gagasan


1.     
Pendahuluan

Penulis memilih tema “Matahari” dalam kajian ini. Matahari secara nyata berperan sebagai sumber energi terbesar di muka bumi. Kehidupan dan segala sesuatu sangat bergantung dari keberadaan matahari. Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan di bumi karena banyak reaksi kimia yang tidak dapat berlangsung. Seperti tokoh dalam film The Rum Diaryyang mengisahkan bagaimana tokoh Paul Kemp dalam pencarian jati diri. Jati diri bagaikan matahari bagi seseorang. Seseorang yang belum menemukan jati diri tak ubahnya bumi yang tidak pernah mengenal matahari. Kegelapan menyelimuti sehngga kehidupan enggan bernaung di dalamnya.

Paul Kemp diperankan oleh Johnny Deep (pemeran Captain Jack Sparrow dalam film Pirates of The Carribean). Tokoh utama dalam cerita ini mampu meninggalkan egonya dalam merebut keuntungan materi dan menjadi sosok jurnalis yang sebenarnya.Ia selalu memberitakan sesuatu hal secara jujur.

Karakter-karakter lain dalam filmThe Rum Diary kurang mendapatkan penggalian yang cukup. Hal itu menyebabkan penonton kurang mengenal karakter yang mereka saksikan.

Film ini menghadirkan terlalu banyak kisah yang bertele-tele dalam perjalanannya untuk menghantarkan cerita utama  mengenai usaha pencarian jati diri seorang karakternya. Liku-liku cerita tambahan yang dihadirkan terlalu monoton, dengan menghadirkan karakter-karakter yang terbatas dan kisah yang kurang menarik.

Beberapa hal lucu yang ditampilkan dalam film ini untuk menambah daya tarik film. Beberapa diantarnya ketika Kemp mengendarai mobil rekannya dan tidak sengaja menyemprotkan rum yang terbakar ke wajah polisi. Ada juga adegan saat Kemp mengintip adegan mesra Chenault dan Haldi pantai pribadinya, sebelum akhirnyaketahuan oleh walikota yang ketika itu menghadiri undangan.

Tokoh Kemp adalah sosok yang romantis. Tampak dari caranya mendekati Chenault. Ia menghadiahkan bunga mawar untuk Chenault. Penonton sudah pasti bisa menebak perasaan Chenault dari caranya memperhatikan dan seringnya curi pandang. Gayung pun bersambut, Kemp berhasil mengambil hati Chenault. Kemp telah banyak berkorban. Ia layak memperoleh pujaan hatinya.

Penulis juga pernah mengalami sebuah pengorbanan yang besar dalam pencarian jati diri. Penulis harus tersingkir dari keluarga karena perbedaan keyakinan. Penulis sadar sepenuhnya bahwa ada harga yang harus di bayar untuk sebuah pilihan. Gejolak yang timbul dalam hati antara ya dan tidak, ikut Tuhan atau ikut peraturan manusia. Penulis memutuskan ikut Tuhan dengan memilih dibaptis pada tahun 2009 di kota kecil Jember, Jawa Timur.

Perjuangan melawan teror ancaman-ancaman, dan cacian bermunculan dari teman maupun saudara yang tidak sependapat. Perjuangan yang cukup berat ikut berperan dalam mendewasakan seseorang dan itulah jalan yang memang harus dilalui. Secuil cerita untuk menggapai dan memiliki matahari sendiri.










2.      Sinopsis

2.1. Sinopsis Film

Film The Rum Diary dibuat berdasarkan sebuah novel karya novelis Amerika Serikat, Hunter S. Thompson. Johnny Depp yang sebelumnya turut membintangi adaptasi novel Thompson lainnya, Fear and Loathing in Las Vegas (1997) memerankan karakter utama di film ini, The Rum Diary secara resmi memulai proses produksinya sejak tahun 2009.

Karakter Paul Kemp sebagai tokoh utama yang diperankan oleh Johnny Depp. Pada tahun 1960, Paul adalah seorang jurnalis berkebangsaan Amerika Serikat yang kemudian merasa jenuh dengan segala kepadatan aktivitas di kota New York dan negara Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Dwight D. Eisenhower. Kemp memilih untuk melanjutkan karirnya sebagai seorang jurnalis di Puerto Rico dengan melamar di sebuah harian The San Juan Star yang dipimpin oleh Edward J. Lotterman yang diperankan oleh Richard Jenkins.

Mungkin, dengan hobi Paul Kemp yang suka mabuk-mabukan dan gaya hidupnya yang berantakan, tak akan ada seorangpun yang mau menerima lamaran pekerjaannya. Namun di luar dugaan akhirnya Lotterman menerima Paul sebagai jurnalisnya.

Paul terlibat berbagai intrik sosial dan politik kotor yang terjadi di Puerto Rico. Bersama rekan kerjanya, Bob Sala (Michael Rispoli), Paul berkenalan dengan Hal Sanderson (Aaron Eckhart), mantan pekerja The San Juan Star yang telah beralih profesi menjadi seorang pebisnis handal.

Mengetahui bahwa Paul adalah seorang penulis yang handal, dan juga tidak akan menolak sejumlah uang, Hal kemudian menawarkan Paul sebuah proyek untuk menuliskan beberapa artikel fiksi tentang proses pembangunan sebuah resort mewah di salah satu pulau Puerto Rico dengan menutupi berbagai keburukan sosial yang terdapat di sekitar pulau tersebut sehingga rencana pembangunan resor mewah tersebut akan mendapatkan dukungan luas dari publik.

Diantara segala intrik tersebut, Paul juga terlibat cinta segitiga dengan tunangan Hal yang sangat jelita, Chenault (Amber Heard), yang kemudian justru memperumit hubungannya dengan Hal.

2.2. Sinopsis Narasi Pribadi

Penulis juga pernah mengalami hal hampir sama dialami oleh Paul Kemp, yaitu pencarian jati diri dalam hidup penulis. Pencarian matahari berkaitan dengan keyakinan yang dianut. Penulis dihadapkan pada pilihan untuk menjadi Katolik dengan resiko diusir dari rumah dan dipaksa mandiri tanpa orang tua.

Ketertarikan dimulai sejak mengenal seorang biarawan Katolik. Keteladanan yang ditunjukkannya sangat tulus dan melunakkan hati penulis yang telah membatu. Suatu proses melawan diri sendiri dan arus yang kian deras demi pencapaian jati diri menemukan “Inilah saya!”

Upaya demi ketercapaian hasrat hidup yang berarti bagi sesama. Pengorbanan dan usaha yang tulus tentu membuahkan hasil yang kurang lebih baik, atau mendekati harapan.



3.      Analisis Filosofis

3.1. Kebebasan Eksistensial

Bebas artinya merdeka, tidak diperintah atau sangat dipengaruhi oleh orang lain (W.J.S. Poerwadaminta, 1984). Menurut Arbijoto, kebebasan eksistensial bukan berarti lepas dari segala kewajiban atau kekhawatiran dan tangung jawab, melainkan kebebasan sebagai makna eksistensinya selaku manusia, kemandirianya selaku manusia.

Paul Kemp memulai pengembaraannya dari kejenuhan di kota New York. Dia mempunyai kebiasaan mabuk-mabukan yang sangat parah. Sekian botol rum dihabiskan setiap hari, yang tak ayal membuat beban tagihan apartemennya melonjak.

Pekerjaan dilakukannya dengan seenak hati, sehingga kemarahan Lotterman sering dihadapinya. Kemp menghamburkan uang yang dialokasikan untuk mewawancarai walikota, demi keinginan pribadi untuk pergi bersama Hal Sanderson. Dengan iming-iming mobil mewah, Kemp dengan sangat mudah diperalat oleh Hal. Merasa memiliki teman yang bisa diandalkan Kemp bertindak seenaknya. Membuat kekacauan di bar milik penduduk, ugal-ugalan di jalan, dan hal konyol lain yang membuatnya harus menghadapi pegadilan, namun semuanya tetap diselesaikan oleh Hal Anderson melalui pengacara pribadinya yang tentu saja sangat mahal dan ternama.

Senada dengan Paul Kemp, penulis juga memiliki sebuah kebebasan untuk memilih suatu tindakan dan keputusan dalam hidup. Bebas menentukan arah bagi kehidupan diri sendiri. Dengan kebebasan tersebut penulis belajar bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi pilihannya, menerima setiap konsekwensi yang mengikuti.

3.2. Kontrol Sosial

Soekanto (1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses (direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.

Kontrol sosial sempat mengusik kebebasan Paul Kemp, sebelum akhirnya dia bisa menempatkan dirinya. Ketidakmampuannya mengendalikan diri membawa konsekwensi tersendiri, ketika sekelompok penduduk merasa terusik oleh ulah bersama seorang rekannya. Bantuan dari Hal Anderson lebih mengikat diri Kemp, dimana dia menjadi semakin berhutang budi dan terperdaya karenanya.

Kontrol sosial menjadi penentu yang mutlak harus dipertimbangkan bagi penulis. Setiap pengambilan keputusan selalu melibatkan kontrol sosial mengingat penulis hidup dan berkembang dalam lingkungan sosial. Akan sangat berat beban bagi orang tua penulis jika penulis tetap tinggal di rumah, atas derasnya cercaan dari lingkungan sekitar, itu yang semakin membulatkan tekad penulis untuk meninggalkan rumah.

Hambatan terbesar tinggal di suatu tempat yang berbeda adalah penyesuaian diri terhadap lingkungan. Apalagi seorang guru yang tak lepas dari pandangan figur teladan bagi masyarakat. Seorang guru harus belajar semua hal berkaitan dengan norma-norma sosial kemasyarakatan, sebelum akhirnya menjadi bagian dari komunitas.


4.      Penutup

4.1. Simpul-simpul Gagasan

4.1.1.      Rekonstruksi

Meskipun butuh waktu ekstra untuk memahami jalan cerita The Rum Diary namun pesan yang ingin disampaikan cukup jelas. Beban yang mungkin cukup berat bagi tokoh Paul Kemp ketika harus menghadapi kenyataan kerasnya hidup. Ide-ide cemerlang banyak dia wujudkan dalam menghadapi kejadian-kejadian tak terduga.

Kemp sosok yang fleksibel, terbukti ketika dia menghadapi tuntutan dari atasannya dan dalam menentukan keputusan bersama tokoh yang lain. Mungkin hal itu juga yang membuat dia mudah diterima oleh lingkungan sekelilingnya. Negatifnya Kemp sering tidak konsisten dengan pernyataannya yang ingin berhenti minum. Tidak sulit bagi temannya untuk mengajak Kemp kembali minum.

4.1.2.      Reorganisasi

Jati diri harus dimiliki, namun bukan berarti dapat diperjuangkan dengan segala cara, ada batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar. Kebiasaan minum bagi Kemp cukup mengganggu aktivitasnya sebagai jurnalis, namun sulit baginya menghentikan kebiasaan itu. Memang dia sudah tidak minum dengan botol rum yang besar, namun berapa banyak botol kecil yang telah dihabiskan? Mungkin volumenya lebih dari botol besar tersebut. Cukup menggelikan seorang jurnalis yang sekaligus peminum berat.

Akan lebih baik jika Kemp menghentikan kebiasaannya, dan yakin bahwa tulisannya akan lebih baik, sehingga kebangkrutan tidak dialami ladang kerjanya. Kinerja yang buruk membuat aset harian tersebut disita. Terlambat bagi Kemp untuk menerbitkan tulisan pembongkaran kebusukan rencana Hal dan walikota. Seharusnya Kemp bisa bertindak lebih cepat dengan menghindari hal-hal konyol yang menyita waktunya, seperti ketika harus menginap di penjara.

Seperti yang terjadi pada penulis yang gagal dalam memberikan pengertian pada orang tua perihal kepindahan keyakinannya. Mungkin penulis perlu mencari waktu yang tepat, dan kesempatan itu pasti ada.untuk menghindari kemarahan orang tua akan sangat baik jika semuanya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada orang yang lebih dewasa. Cara itu pasti juga akan meruntuhkan pandangan masyarakat mengenai kehidupan Katolik di tengah jepitan kaum mayoritas.

4.2.Rekomendasi

4.2.1.      Pribadi

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa butuh pengorbanan yang besar dalam setiap keputusan. Semakin tinggi tujuan yang akan dicapai, semakin besar juga resiko yang harus ditanggung. Butuh kesiapan fisik maupun mental untuk menghadapi resiko tersebut.

Kesiapan yang optimal belum cukup tanpa disertai doa. Kesadaran sepenuhnya akan banyaknya kekurangan membuat penulis butuh sandaran lain yang bisa diandalkan. Tuhan yang mampu memberikan ruang tersebut secara total.             
Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu,” (Matius 7: 7).

4.2.2.      Umum

Tuntutan kehidupan dewasa ini semakin besar. Ketakutan akan hal yang belum terjadi umumnya menimbulkan imajinasi hitam tersendiri. Berpikir kekinian dipandang lebih positif, tidak dibayangi masa lalu, dan tidak ditakuti oleh masa depan.

“Bersikap kontemplatif dalam aksi, membantu kita melihat seperti anak-anak. Melihat apa adanya. Selalu dibayangi oleh rasa kagum spontan dan takjub kepada makhluk hidup dan realitas. Selalu diajak untuk melihat tidak dengan nafsu eksploitasi. Dalam segala aksi petualangan kita, aspek ketinggian atau aspek illahi kita menjadi lebih peka dan mudah tersentuh.Karena bersikap kontemplatif manusia menembus batas-batas dirinya karena ia memandang jauh ke depan sebagai akibat aksi imaginasi secara aktif.  Ia berusaha melihat paling jauh dan paling tinggi, maka ia terbang paling jauh dan terbang paling tinggi.” (Anthony de Mello)

Dunia membutuhkan pribadi yang dewasa bersusila, selalu berpikir sebelum bertindak, dan memiliki karakter. Apalagi dalam perannya menjadi tangan kasih Tuhan. Aktif dalam komunitas umat Tuhan pun kini menjadi barang langka. Semoga dengan tuntutan yang demikian keras setiap pribadi tumbuh semakin mantap dan “firdaus” terjadi di muka bumi.


5.      Kepustakaan

Arbijoto, 2000, Kebebasan Hakim (refleksi Terhadap Manusia Sebagai Homo Relegiosus), Jakarta: Mahkamah Agung RI.


6.      Lampiran

Saya terlahir di pelosok daerah Yogyakarta dengan latar belakang keluarga muslim yang taat. Waktu senggang saya gunakan untuk mengajar anak-anak mengaji. Secara naluriah telah tertanam ketidaksukaan pada aliran lain sebagaimana guru-guru saya sebelumnya.

Tahun 2003 ketika saya masih duduk di bangku SMK, saya mengenal sosok yang sangat luar biasa bagi saya yang saya ketahui berlainan keyakinan dari saya. Beliau adalah Romo Harto, seorang pelayan Tuhan di gereja setempat. Ini adalah pertama kali saya mengerti bahwa orang Katolik itu bukanlah biang keonaran. Semakin saya ingin tahu lebih, semakin besar pula ketertarikan saya dengan Katolik.

Saya memutuskan untuk menyusup dalam misa terbuka di Sendang Sono. Kaget sekaligus takjub melihat cara peribadatan Katolik. Saat itu semua menggunakan bahasa Indonesia. Terlintas dalam benak saya “Semudah inikah cara doa orang Katolik? Dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti dan jauh berbeda dari keyakinan saya.”

Berawal dari kisah ini semua aspek kehidupan saya berubah. Saya mulai mendekati teman-teman saya yang beragama Katolik. Tentu tidak mudah, karena saya harus menghadapi kenyataan akan kecurigaan mereka yang berpikir saya akan berpura-pura. Namun waktu yang menunjukkan hingga saya kuliah di D2 PGSD Sanata Dharma Yogyakarta, saya tetap konsisten dengan niat awal mengenal Katolik.


Dengan dukungan dari teman-teman yang semakin membulatkan tekad, saya menyampaikan niat saya pindah keyakinan pada orang tua. Kenyataan tak sesuai harapan, penolakan keras yang berujung pengusiran dari rumah benar-benar saya alami. Setelah saya mengantongi ijazah D2, saya benar-benar pergi dari rumah. Saya lari ke Surabaya, mengingat di sana ada kerabat suster yang akhirnya merekomendasikan saya di sekolah dalam naungan para suster Santa Perawan Maria (SPM) di Jember, Jawa Timur. Yang saya ketahui salah satu cabangnya di Pamulang (Mater Dei).



Singkat cerita saya saya katekumen di Jember dan dibaptis tanpa sepengetahuan siapapun keluarga saya. Atas kebaikan hati suster kerabat saya, beliau datang ke Yogyakarta (rumah orang tua) untuk menjelaskan perihal keyakinan saya. Meski akhirnya menerima namun semua tak semudah membalikkan telapak tangan.

Hingga saat ini saya masih canggung untuk berbincang dengan orang tua. Ada doa dan keyakinan saya “Tuhan, jika Engkau benar-benar memanggil saya, maka panggil jugalah kedua orang tua dan adik saya!”

Saya telah memiliki matahari yang benar-benar saya butuhkan, matahari yang benar-benar membawa terang, dan bukan terang semu.  

(Bapak Feli, mohon cerita saya dirahasiakan, saya hanya bercerita pada orang-orang tertentu saja. Terimakasih banyak. Tuhan memberkati Bapak Feli.)







No comments:

Post a Comment