1. Pendahuluan
Penulis memilih tema
“Matahari” dalam kajian ini. Matahari secara nyata berperan sebagai sumber
energi terbesar di muka bumi. Kehidupan dan segala sesuatu sangat bergantung
dari keberadaan matahari. Tanpa matahari, tidak akan ada kehidupan
di bumi karena banyak reaksi kimia yang tidak
dapat berlangsung. Seperti tokoh dalam film The Rum Diaryyang mengisahkan
bagaimana tokoh Paul Kemp dalam pencarian jati diri. Jati diri bagaikan
matahari bagi seseorang. Seseorang yang belum menemukan jati diri tak ubahnya
bumi yang tidak pernah mengenal matahari. Kegelapan menyelimuti sehngga
kehidupan enggan bernaung di dalamnya.
Paul
Kemp diperankan oleh Johnny Deep (pemeran Captain Jack Sparrow dalam film
Pirates of The Carribean). Tokoh utama dalam cerita ini mampu meninggalkan
egonya dalam merebut keuntungan materi dan menjadi sosok jurnalis yang
sebenarnya.Ia selalu memberitakan sesuatu hal secara jujur.
Karakter-karakter
lain dalam filmThe Rum Diary kurang mendapatkan penggalian yang cukup.
Hal itu menyebabkan penonton kurang mengenal karakter yang mereka saksikan.
Film
ini menghadirkan terlalu banyak kisah yang bertele-tele dalam perjalanannya
untuk menghantarkan cerita utama mengenai usaha pencarian jati diri seorang
karakternya. Liku-liku cerita tambahan yang dihadirkan terlalu monoton, dengan
menghadirkan karakter-karakter yang terbatas dan kisah yang kurang menarik.
Beberapa hal lucu yang ditampilkan dalam film ini untuk menambah daya
tarik film. Beberapa diantarnya ketika Kemp mengendarai mobil rekannya dan
tidak sengaja menyemprotkan rum yang terbakar ke wajah polisi. Ada juga adegan
saat Kemp mengintip adegan mesra Chenault dan Haldi pantai pribadinya, sebelum
akhirnyaketahuan oleh walikota yang ketika itu menghadiri undangan.
Tokoh Kemp adalah sosok yang romantis. Tampak dari caranya mendekati
Chenault. Ia menghadiahkan bunga mawar untuk Chenault. Penonton sudah pasti
bisa menebak perasaan Chenault dari caranya memperhatikan dan seringnya curi
pandang. Gayung pun bersambut, Kemp berhasil mengambil hati Chenault. Kemp
telah banyak berkorban. Ia layak memperoleh pujaan hatinya.
Penulis juga pernah mengalami sebuah pengorbanan yang besar dalam
pencarian jati diri. Penulis harus tersingkir dari keluarga karena perbedaan
keyakinan. Penulis sadar sepenuhnya bahwa ada harga yang harus di bayar untuk
sebuah pilihan. Gejolak yang timbul dalam hati antara ya dan tidak, ikut Tuhan
atau ikut peraturan manusia. Penulis memutuskan ikut Tuhan dengan memilih
dibaptis pada tahun 2009 di kota kecil Jember, Jawa Timur.
Perjuangan melawan teror ancaman-ancaman, dan cacian bermunculan dari
teman maupun saudara yang tidak sependapat. Perjuangan yang cukup berat ikut
berperan dalam mendewasakan seseorang dan itulah jalan yang memang harus
dilalui. Secuil cerita untuk menggapai dan memiliki matahari sendiri.
2.
Sinopsis
2.1. Sinopsis Film
Film The Rum Diary
dibuat berdasarkan sebuah novel karya novelis Amerika Serikat, Hunter S.
Thompson. Johnny Depp yang sebelumnya turut membintangi adaptasi novel Thompson
lainnya, Fear and Loathing in Las Vegas (1997) memerankan karakter
utama di film ini, The Rum Diary secara resmi memulai proses
produksinya sejak tahun 2009.
Karakter
Paul Kemp sebagai tokoh utama yang diperankan oleh Johnny Depp. Pada tahun
1960, Paul adalah seorang jurnalis berkebangsaan Amerika Serikat yang kemudian
merasa jenuh dengan segala kepadatan aktivitas di kota New York dan negara
Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Dwight D. Eisenhower. Kemp
memilih untuk melanjutkan karirnya sebagai seorang jurnalis di Puerto Rico
dengan melamar di sebuah harian The San Juan Star yang dipimpin oleh
Edward J. Lotterman yang diperankan oleh Richard Jenkins.
Mungkin,
dengan hobi Paul Kemp yang suka mabuk-mabukan dan gaya hidupnya yang
berantakan, tak akan ada seorangpun yang mau menerima lamaran pekerjaannya.
Namun di luar dugaan akhirnya Lotterman menerima Paul sebagai jurnalisnya.
Paul
terlibat berbagai intrik sosial dan politik kotor yang terjadi di Puerto Rico.
Bersama rekan kerjanya, Bob Sala (Michael Rispoli), Paul berkenalan dengan Hal
Sanderson (Aaron Eckhart), mantan pekerja The San Juan Star yang telah
beralih profesi menjadi seorang pebisnis handal.
Mengetahui
bahwa Paul adalah seorang penulis yang handal, dan juga tidak akan menolak
sejumlah uang, Hal kemudian menawarkan Paul sebuah proyek untuk menuliskan
beberapa artikel fiksi tentang proses pembangunan sebuah resort mewah di salah
satu pulau Puerto Rico dengan menutupi berbagai keburukan sosial yang terdapat
di sekitar pulau tersebut sehingga rencana pembangunan resor mewah tersebut
akan mendapatkan dukungan luas dari publik.
Diantara
segala intrik tersebut, Paul juga terlibat cinta segitiga dengan tunangan Hal
yang sangat jelita, Chenault (Amber Heard), yang kemudian justru memperumit
hubungannya dengan Hal.
2.2. Sinopsis Narasi Pribadi
Penulis juga pernah mengalami hal hampir sama dialami oleh
Paul Kemp, yaitu pencarian jati diri dalam hidup penulis. Pencarian matahari
berkaitan dengan keyakinan yang dianut. Penulis dihadapkan pada pilihan untuk
menjadi Katolik dengan resiko diusir dari rumah dan dipaksa mandiri tanpa orang
tua.
Ketertarikan dimulai sejak mengenal seorang biarawan Katolik.
Keteladanan yang ditunjukkannya sangat tulus dan melunakkan hati penulis yang
telah membatu. Suatu proses melawan diri sendiri dan arus yang kian deras demi
pencapaian jati diri menemukan “Inilah saya!”
Upaya demi ketercapaian hasrat hidup yang berarti bagi
sesama. Pengorbanan dan usaha yang tulus tentu membuahkan hasil yang kurang
lebih baik, atau mendekati harapan.
3.
Analisis
Filosofis
3.1. Kebebasan Eksistensial
Bebas artinya merdeka, tidak diperintah atau sangat
dipengaruhi oleh orang lain (W.J.S. Poerwadaminta, 1984). Menurut Arbijoto,
kebebasan eksistensial bukan berarti lepas dari segala kewajiban atau
kekhawatiran dan tangung jawab, melainkan kebebasan sebagai makna eksistensinya
selaku manusia, kemandirianya selaku manusia.
Paul Kemp memulai
pengembaraannya dari kejenuhan di kota New York. Dia mempunyai kebiasaan
mabuk-mabukan yang sangat parah. Sekian botol rum dihabiskan setiap hari, yang
tak ayal membuat beban tagihan apartemennya melonjak.
Pekerjaan dilakukannya
dengan seenak hati, sehingga kemarahan Lotterman sering dihadapinya. Kemp
menghamburkan uang yang dialokasikan untuk mewawancarai walikota, demi
keinginan pribadi untuk pergi bersama Hal Sanderson. Dengan iming-iming mobil
mewah, Kemp dengan sangat mudah diperalat oleh Hal. Merasa memiliki teman yang
bisa diandalkan Kemp bertindak seenaknya. Membuat kekacauan di bar milik
penduduk, ugal-ugalan di jalan, dan hal konyol lain yang membuatnya harus
menghadapi pegadilan, namun semuanya tetap diselesaikan oleh Hal Anderson
melalui pengacara pribadinya yang tentu saja sangat mahal dan ternama.
Senada dengan Paul
Kemp, penulis juga memiliki sebuah kebebasan untuk memilih suatu tindakan dan
keputusan dalam hidup. Bebas menentukan arah bagi kehidupan diri sendiri. Dengan
kebebasan tersebut penulis belajar bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi
pilihannya, menerima setiap konsekwensi yang mengikuti.
3.2. Kontrol Sosial
Soekanto
(1990), menjelaskan bahwa arti sesungguhnya dari pengendalian sosial jauh lebih
luas. Dalam pengertian pengendalian sosial tercakup segala proses
(direncanakan/tidak), bersifat mendidik, mengajak atau bahkan memaksa warga
masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan nilai sosial yang berlaku.
Kontrol
sosial sempat mengusik kebebasan Paul Kemp, sebelum akhirnya dia bisa
menempatkan dirinya. Ketidakmampuannya mengendalikan diri membawa konsekwensi tersendiri,
ketika sekelompok penduduk merasa terusik oleh ulah bersama seorang rekannya.
Bantuan dari Hal Anderson lebih mengikat diri Kemp, dimana dia menjadi semakin
berhutang budi dan terperdaya karenanya.
Kontrol
sosial menjadi penentu yang mutlak harus dipertimbangkan bagi penulis. Setiap
pengambilan keputusan selalu melibatkan kontrol sosial mengingat penulis hidup
dan berkembang dalam lingkungan sosial. Akan sangat berat beban bagi orang tua
penulis jika penulis tetap tinggal di rumah, atas derasnya cercaan dari
lingkungan sekitar, itu yang semakin membulatkan tekad penulis untuk
meninggalkan rumah.
Hambatan terbesar tinggal di suatu tempat yang berbeda adalah
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Apalagi seorang guru yang tak lepas dari
pandangan figur teladan bagi masyarakat. Seorang guru harus belajar semua hal
berkaitan dengan norma-norma sosial kemasyarakatan, sebelum akhirnya menjadi
bagian dari komunitas.
4.
Penutup
4.1. Simpul-simpul Gagasan
4.1.1. Rekonstruksi
Meskipun butuh waktu
ekstra untuk memahami jalan cerita The
Rum Diary namun pesan yang ingin disampaikan cukup jelas. Beban yang
mungkin cukup berat bagi tokoh Paul Kemp ketika harus menghadapi kenyataan
kerasnya hidup. Ide-ide cemerlang banyak dia wujudkan dalam menghadapi
kejadian-kejadian tak terduga.
Kemp sosok yang
fleksibel, terbukti ketika dia menghadapi tuntutan dari atasannya dan dalam
menentukan keputusan bersama tokoh yang lain. Mungkin hal itu juga yang membuat
dia mudah diterima oleh lingkungan sekelilingnya. Negatifnya Kemp sering tidak
konsisten dengan pernyataannya yang ingin berhenti minum. Tidak sulit bagi
temannya untuk mengajak Kemp kembali minum.
4.1.2. Reorganisasi
Jati diri harus
dimiliki, namun bukan berarti dapat diperjuangkan dengan segala cara, ada
batas-batas tertentu yang tidak boleh dilanggar. Kebiasaan minum bagi Kemp
cukup mengganggu aktivitasnya sebagai jurnalis, namun sulit baginya
menghentikan kebiasaan itu. Memang dia sudah tidak minum dengan botol rum yang
besar, namun berapa banyak botol kecil yang telah dihabiskan? Mungkin volumenya
lebih dari botol besar tersebut. Cukup menggelikan seorang jurnalis yang
sekaligus peminum berat.
Akan lebih baik jika
Kemp menghentikan kebiasaannya, dan yakin bahwa tulisannya akan lebih baik,
sehingga kebangkrutan tidak dialami ladang kerjanya. Kinerja yang buruk membuat
aset harian tersebut disita. Terlambat bagi Kemp untuk menerbitkan tulisan
pembongkaran kebusukan rencana Hal dan walikota. Seharusnya Kemp bisa bertindak
lebih cepat dengan menghindari hal-hal konyol yang menyita waktunya, seperti
ketika harus menginap di penjara.
Seperti yang terjadi
pada penulis yang gagal dalam memberikan pengertian pada orang tua perihal
kepindahan keyakinannya. Mungkin penulis perlu mencari waktu yang tepat, dan
kesempatan itu pasti ada.untuk menghindari kemarahan orang tua akan sangat baik
jika semuanya dikonsultasikan terlebih dahulu kepada orang yang lebih dewasa.
Cara itu pasti juga akan meruntuhkan pandangan masyarakat mengenai kehidupan
Katolik di tengah jepitan kaum mayoritas.
4.2.Rekomendasi
4.2.1. Pribadi
Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa butuh pengorbanan yang besar dalam setiap keputusan. Semakin
tinggi tujuan yang akan dicapai, semakin besar juga resiko yang harus
ditanggung. Butuh kesiapan fisik maupun mental untuk menghadapi resiko
tersebut.
Kesiapan yang optimal
belum cukup tanpa disertai doa. Kesadaran sepenuhnya akan banyaknya kekurangan
membuat penulis butuh sandaran lain yang bisa diandalkan. Tuhan yang mampu
memberikan ruang tersebut secara total.
“Mintalah,
maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka
pintu akan dibukakan bagimu,” (Matius 7: 7).
4.2.2. Umum
Tuntutan kehidupan dewasa ini semakin besar. Ketakutan akan hal yang
belum terjadi umumnya menimbulkan imajinasi hitam tersendiri. Berpikir kekinian
dipandang lebih positif, tidak dibayangi masa lalu, dan tidak ditakuti oleh
masa depan.
“Bersikap kontemplatif dalam aksi, membantu kita melihat seperti anak-anak.
Melihat apa adanya. Selalu dibayangi oleh rasa kagum spontan dan takjub kepada
makhluk hidup dan realitas. Selalu diajak untuk melihat tidak dengan nafsu
eksploitasi. Dalam segala aksi petualangan kita, aspek ketinggian atau aspek
illahi kita menjadi lebih peka dan mudah tersentuh.Karena bersikap kontemplatif
manusia menembus batas-batas dirinya karena ia memandang jauh ke depan sebagai
akibat aksi imaginasi secara aktif. Ia berusaha melihat paling jauh
dan paling tinggi, maka ia terbang paling jauh dan terbang paling tinggi.” (Anthony
de Mello)
Dunia
membutuhkan pribadi yang dewasa bersusila, selalu berpikir sebelum bertindak,
dan memiliki karakter. Apalagi dalam perannya menjadi tangan kasih Tuhan. Aktif
dalam komunitas umat Tuhan pun kini menjadi barang langka. Semoga dengan tuntutan
yang demikian keras setiap pribadi tumbuh semakin mantap dan “firdaus” terjadi
di muka bumi.
5.
Kepustakaan
Arbijoto, 2000, Kebebasan Hakim
(refleksi Terhadap Manusia Sebagai Homo Relegiosus), Jakarta: Mahkamah Agung
RI.
6.
Lampiran
Saya terlahir di pelosok daerah Yogyakarta dengan latar
belakang keluarga muslim yang taat. Waktu senggang saya gunakan untuk mengajar
anak-anak mengaji. Secara naluriah telah tertanam ketidaksukaan pada aliran
lain sebagaimana guru-guru saya sebelumnya.
Tahun 2003 ketika saya masih duduk di bangku SMK, saya
mengenal sosok yang sangat luar biasa bagi saya yang saya ketahui berlainan
keyakinan dari saya. Beliau adalah Romo Harto, seorang pelayan Tuhan di gereja
setempat. Ini adalah pertama kali saya mengerti bahwa orang Katolik itu
bukanlah biang keonaran. Semakin saya ingin tahu lebih, semakin besar pula
ketertarikan saya dengan Katolik.
Saya memutuskan untuk menyusup dalam misa terbuka di Sendang
Sono. Kaget sekaligus takjub melihat cara peribadatan Katolik. Saat itu semua
menggunakan bahasa Indonesia. Terlintas dalam benak saya “Semudah inikah cara
doa orang Katolik? Dengan bahasa yang sangat mudah dimengerti dan jauh berbeda
dari keyakinan saya.”
Berawal dari kisah ini semua aspek kehidupan saya berubah. Saya mulai
mendekati teman-teman saya yang beragama Katolik. Tentu tidak mudah, karena
saya harus menghadapi kenyataan akan kecurigaan mereka yang berpikir saya akan
berpura-pura. Namun waktu yang menunjukkan hingga saya kuliah di D2 PGSD Sanata
Dharma Yogyakarta, saya tetap konsisten dengan niat awal mengenal Katolik.
Dengan dukungan dari teman-teman yang semakin membulatkan tekad, saya menyampaikan niat saya pindah keyakinan pada orang tua. Kenyataan tak sesuai harapan, penolakan keras yang berujung pengusiran dari rumah benar-benar saya alami. Setelah saya mengantongi ijazah D2, saya benar-benar pergi dari rumah. Saya lari ke Surabaya, mengingat di sana ada kerabat suster yang akhirnya merekomendasikan saya di sekolah dalam naungan para suster Santa Perawan Maria (SPM) di Jember, Jawa Timur. Yang saya ketahui salah satu cabangnya di Pamulang (Mater Dei).
Singkat cerita saya saya katekumen di Jember dan dibaptis tanpa sepengetahuan siapapun keluarga saya. Atas kebaikan hati suster kerabat saya, beliau datang ke Yogyakarta (rumah orang tua) untuk menjelaskan perihal keyakinan saya. Meski akhirnya menerima namun semua tak semudah membalikkan telapak tangan.
Hingga saat ini saya masih canggung untuk berbincang dengan orang tua.
Ada doa dan keyakinan saya “Tuhan, jika Engkau benar-benar memanggil saya, maka
panggil jugalah kedua orang tua dan adik saya!”
Saya telah memiliki matahari yang benar-benar saya butuhkan, matahari
yang benar-benar membawa terang, dan bukan terang semu.
(Bapak Feli, mohon cerita saya dirahasiakan,
saya hanya bercerita pada orang-orang tertentu saja. Terimakasih banyak. Tuhan
memberkati Bapak Feli.)
No comments:
Post a Comment